Pernyataan Ketua DPP Topan RI Tentang Kerjasama Media dan Desa Dinilai Menyesatkan

Rokan Hilir, Riau — Pernyataan Ketua DPP Topan RI, Lukman Nur Hakim, yang mempertanyakan legalitas kerja sama antara media dan pemerintah desa serta menyebut Ketua APDESI Kabupaten Rokan Hilir tidak memahami Kode Etik Jurnalistik, menuai tanggapan keras dari berbagai pihak.

Lukman menyatakan bahwa peliputan kegiatan desa tidak memerlukan kontrak kerja sama karena merupakan tugas jurnalistik yang melekat pada profesi wartawan. Namun, pandangan ini dinilai menyederhanakan praktik jurnalistik yang sejatinya diatur oleh Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Sejumlah kalangan menilai bahwa kerja sama media dengan desa tidak melanggar hukum, selama dijalankan secara transparan, sesuai ketentuan etika, dan menggunakan anggaran resmi seperti dana publikasi dari APBDes.

“Wartawan memang memiliki hak meliput. Namun jika ada kerja sama yang melibatkan anggaran publik, kontennya harus dikategorikan sebagai advertorial atau publikasi resmi, bukan dimuat dalam kanal berita redaksional,” ujar seorang sumber yang memahami mekanisme kerja sama media dan pemerintah.

Ia menambahkan bahwa penulisan advertorial harus dilakukan oleh wartawan yang tidak terlibat dalam peliputan investigatif atau pemberitaan umum di desa tersebut, guna menjaga independensi dan menghindari konflik kepentingan.

Kerja sama media dan desa, jika dilakukan sesuai prosedur, justru dianggap sebagai bentuk keterbukaan informasi publik dan bukan praktik monopoli. “Tidak ada paksaan, tidak ada pelarangan bagi desa untuk bekerja sama dengan media manapun. Ini bukan kartel, tapi kolaborasi yang sah,” jelasnya.

Pihak yang memberikan klarifikasi juga menegaskan bahwa Ketua APDESI Rokan Hilir yang baru, Azlita, berhak melakukan evaluasi atas kerja sama media yang telah berlangsung. Langkah ini dipandang sebagai bagian dari tata kelola pemerintahan desa yang baik (good village governance), bukan sebagai bentuk pembatasan kebebasan pers.

“Justru langkah evaluatif ini perlu diapresiasi. Ketua APDESI ingin memastikan bahwa seluruh kerja sama berjalan sesuai aturan dan tidak menjadi celah penyalahgunaan anggaran,” ujarnya.

Ketua APDESI Rokan Hilir, Azlita, memberikan tanggapan langsung terhadap polemik tersebut. Ia menegaskan bahwa niatnya hanya untuk menciptakan keteraturan dan transparansi dalam pengelolaan anggaran desa, termasuk dalam aspek publikasi.

“Kami tidak pernah melarang kerja sama dengan media. Kami hanya ingin semuanya dilakukan tertib, transparan, dan sesuai aturan. Jangan sampai ada tumpang tindih atau pelanggaran administratif,” ujar Azlita.

Ia juga menyayangkan adanya tudingan yang menyebut dirinya tidak memahami etika jurnalistik. “Saya menghargai peran media sebagai mitra strategis dalam pembangunan dan pengawasan. Namun kerja sama harus sah secara hukum dan tidak merugikan desa. Jangan sampai desa menjadi korban karena ketidaktahuan prosedural,” tambahnya.

Pernyataan Lukman yang menyebut Ketua APDESI tidak memahami peran media dinilai tidak berdasar dan berpotensi menyesatkan publik. Tanpa bukti adanya pelanggaran, tudingan seperti kooptasi atau monopoli dianggap hanya akan merusak citra media yang menjalankan fungsinya secara profesional dan sesuai koridor hukum.